Tembang Sinom, Pengertian, Unsur, Guru Gatra, Lagu Dan Contoh

Pada artikel dan tulisan ini, Konsep Edukasi akan berbagi artikel Bahasa Jawa mengenai Tembang Sinom, Pengertian, Unsur, Guru Gatra, Guru Lagu, Watak Tembang Sinom dan Contoh dari Tembang Sinom dengan artinya lengkap. 

Tembang Sinom, Pengertian, Unsur, Guru Gatra, Lagu Dan Contoh
Tembang Sinom, Pengertian, Unsur, Guru Gatra, Lagu Dan Contoh


Pengertian Tembang Sinom 

Tembang merupakan salah satu kesenian Jawa yang masih aktif dan populer hingga saat ini. Masing-masing jenis tembang macapat memiliki pesan moral yang berbeda, di sesuaikan dengan jenis tembangnya.

Pengertian tembang sinom adalah jenis tembang yang liriknya berisi nasihat bagi anak muda yang hendak beranjak dewasa.

Sedangkan secara bahasa, sinom tegese cah enom yang memiliki arti muda dan di ibaratkan pucuk daun yang baru saja bertunas, tumbuh dan bersemi.

Tembang ini melambangkan anak muda yang baru berkembang mempelajari hal baru. Seperti yang kita tahu, bahwa masa muda adalah masa pencarian jati diri.

Pada masa muda, para remaja senang mencoba hal baru, emosinya cenderung berubah-ubah. Jika tidak dibekali pengetahuan, tidak menutup kemungkinan akan salah langkah.

Karena itu, muncul tembang macapat sinom yang diciptakan oleh sunan Muria sebagai nasihat sekaligus media dakwah agar para kaulah muda tetap berada di jalan yang benar.


Unsur Tembang Sinom

Tembang Sinom adalah salah satu jenis tembang atau lagu tradisional Jawa yang terkenal. Tembang Sinom memiliki beberapa unsur yang membedakannya dengan tembang-tembang lainnya. Berikut ini beberapa unsur Tembang Sinom:

  1. Pangkal: Pangkal adalah unsur pertama dari Tembang Sinom, yang terdiri dari satu atau lebih baris lagu yang diulang secara bergantian. Pangkal biasanya terdiri dari satu atau dua kata yang diulang secara berulang-ulang.
  2. Isi: Isi adalah bagian utama dari Tembang Sinom, yang terdiri dari beberapa baris lagu yang tidak diulang secara berulang. Isi biasanya mengandung makna yang lebih mendalam dan mengandung pesan atau cerita.
  3. Refrain: Refrain adalah bagian dari Tembang Sinom yang diulang secara berulang setelah setiap baris isi. Refrain biasanya terdiri dari satu atau dua kata yang diulang secara berulang.
  4. Gending: Gending adalah unsur musik dari Tembang Sinom, yang terdiri dari irama dan nada yang khas. Gending biasanya terdiri dari beberapa nada yang diulang secara berulang.
  5. Lagak: Lagak adalah bagian dari Tembang Sinom yang mengacu pada cara penyajian lagu, termasuk irama, nada, dan gaya bernyanyi. Lagak biasanya terdiri dari beberapa nada yang diulang secara berulang dan dibawakan dengan irama yang khas.
  6. Lirik: Lirik adalah bagian dari Tembang Sinom yang mengandung teks atau kata-kata yang disajikan dalam lagu. Lirik biasanya mengandung makna yang lebih mendalam dan menceritakan suatu cerita atau pesan.

Guru Gatra, Guru Wilagan, Guru Lagu Tembang Sinom

-Guru gatra : cacahe gatra(baris) saben sak pada (bait ).-
-Guru wilangan : cacahe wanda (suku kata) saben sak gatra(baris).
 Guru lagu : tibané swara ing pungkasaning gatra(baris).

Watak Tembang Sinom

Sekar macapat sinom iku watake 
  •  canthas
  •  trengginas
  •  lincah
  •  grapyak

Gambaran Tentang Tembang Macapat Sinom

Tembang sinom mathuk kanggo nggambarake kahanan gerak sing ngetokake keprigelan(Haryatmo dkk, 2003:14).Secara garis besar, sekar macapat sinom iku nggambarake menungsa kang nduweni sipatkang isih enom. Kaya dene bocah cilik kang lagi ngerti ndonya


Tembang Sinom Dan Artinya


Pupuh Sinom Pada 1
15. Nulada laku utama,
Tumrape wong tanah jawi,
Wong agung ing Ngeksiganda,
Panembahan Senopati,
Kepati amarsudi,
Sudane udara lan nepsu,
Pinepsu tapa brata,
Tanapi ing siyang ratri,
Amamangun karyenak tyasing sesama.

Contohlah perilaku utama,
untuk kalangan orang Jawa (Nusantara),
Orang besar dari Ngeksiganda (Mataram),
Panembahan Senopati,
Yang tekun dalam usaha,
mengurangi hawa nafsu,
Dengan jalan prihatin (bertapa),
tanpa henti siang malam,
Selalu berkarya membuat hati tenteram bagi sesama (kasih sayang)

Pupuh Sinom Pada 2
16. Samangsane pasamuan,
memangun marta martani,
Sinambi ing saben korban,
Kala kalaning asepi,
Lelana teki-teki,
Nggayuh geyonganing kayun,
Kayungyun eninging tyas,
Sanityasa pinrihatin,
Puguh panggah cegah dhahar lawan nendra.

Dalam setiap pergaulan,
membangun sikap tahu diri (santun),
Setiap ada kesempatan,
Di saat waktu longgar,
Mengembara untuk bertapa,
menggapai cita-cita hati,
Hanyut dalam keheningan kalbu.
Selalu menjaga hati untuk prihatin (menahan nafsu),
Dengan tekad kuat, membatasi makan dan tidur.

Pupuh Sinom Pada 3
17. Saben mendra saking wisma,
Lelana lalading sepi,
Ngingsep sepuhing supana,
mrih pana pranaweng kapti,
Tis tising tyas marsudi,
Mardawaning budya tulus,
Mesu reh kasudarman,
Neng tepining jalanidhi,
Sruning brata kataman wahyudyatmika.

Setiap pergi meninggalkan rumah (istana),
berkelana ke tempat yang sunyi,
Menghirup tingginya ilmu,
agar jelas apa yang menjadi tujuan (hidup) sejat,
Hati bertekad selalu berusaha dengan tekun,
memberdayakan akal budi,
Menghayati cinta kasih,
ditepinya samudra.
Kuatnya bertapa diterimalah wahyu dyatmika (hidup yang sejati).

Pupuh Sinom Pada 4
18. Wikan wengkoning samodra,
Kederan wus den ideri,
Kinemat kamot hing driya,
Rinegan sagegem dadi,
Dumadya angratoni,
Nenggih Kangjeng Ratu Kidul,
Ndedel nggayuh nggegana,
Umara marak maripih,
Sor prabawa lan wong agung Ngeksiganda.

Memahami kekuasaan di dalam samodra,
seluruhnya sudah dijelajahi,
“Kesaktian” melimputi indera,
Ibaratnya cukup satu genggaman saja sudah jadi,
Berhasil menguasai,
konon kata Kangjeng Ratu Kidul,
Yang melesat menggapai awang-awang,
(kemudian) datang menghadap dengan penuh hormat,
Kalah perbawa dengan Wong Agung Ngeksigondo.

Pupuh Sinom Pada 5
19. Dahat denira aminta,
Sinupeket pangkat kanthi,
Jroning alam palimunan,
Ing pasaban saben sepi,
Sumanggem anyanggemi,
Ing karsa kang wus tinamtu,
Pamrihe mung aminta,
Supangate teki-teki,
Nora ketang teken janggut suku jaja.

Memohon dengan sangat pada beliau,
Agar diakui sebagai sahabat setia,
Di dalam alam gaib,
tempatnya berkelana dalam menyepi,
Bersedialah menyanggupi,
kehendak yang sudah digariskan,
Harapannya hanyalah meminta,
restu dalam bertapa,
Meski dengan susah payah bertongkatkan dagu berjalan dengan dada

Pupuh Sinom Pada 6
20. Prajanjine abipraya,
Saturun-turuning wuri,
Mangkono trahing ngawirya,
Yen amangsah mesu budi,
Dumadya glis dumugi,
Iya ing sakarsanipun,
Wong agung Ngeksiganda,
Nugrahane prapteng katalis,
Trah tumerah dharahe padha wibawa.

Perjanjian sangat mulia,
untuk seluruh keturunannya di kelak kemudian hari,
Begitulah seluruh keturunan orang luhur,
bila mau mengasah akal budi,
Akan cepat berhasil,
apa yang diharapkan,
Orang besar Mataram,
anugerahNya sampai kelak,
Dapat mengalir diseluruh darah keturunannya, dapat memiliki kewibawaan.

Pupuh Sinom Pada 7
21. Ambawani tanah Jawa,
Kang padha jumeneng aji,
Satriya dibya sumbaga,
Tan lyan trahing Senopati,
Pan iku pantes ugi,
Tinulad labetipun,
Ing sakuwasanira,
Enake lan jaman katalis,
Sayektine ton bisa ngepleki kuna.

Menguasai tanah Jawa (Nusantara),
yang menjadi raja (pemimpin),
Satria sakti terkenal,
tak lain keturunan Senopati,
Hal tersebut cepat pula,
sebagai tauladan budi pekertinya,
Sebisa kemampuanmu,
fasilitas jaman sekarang,
Sesungguhnya tidaklah sama seperti jaman dahulu kala.

Pupuh Sinom Pada 8
22. Lowung kalamun tinimbang,
Ngaurip tanpa prihatin,
Nanging ta ing jaman mangkya,
Pra mudha kang den karemi,
Manulad nelad nabi,
Nayakengrat gusti rasul,
Anggung ginawe umbag,
Saben seba mampir masjid,
Ngajab-ajab tibaning mukjijat drajat.

Mending bila dibanding
orang hidup tanpa prihatin,
Namun di masa sekarang (kini),
yang digemari anak muda,
Meniru-niru nabi,
seolah-olah saudara rasul utusan Tuhan,
yang hanya dipakai menyombongkan diri,
setiap akan pergi singgah dulu ke masjid,
Mengharap mukjizat agar mendapat derajat (naik pangkat).

Pupuh Sinom Pada 9
23. Anggung anggubel sarengat,
Saringane ton den wruhi,
Dalil dalaning ijemak,
Kiyase nora mikani,
Ketungkul mungkul biksu,
Bengkrakan mring masjid agung,
Kalamun maca kutbah,
Lelagone Dandanggendis,
Swara arum ngumandhang cengkok palaran.

Hanya memahami sariat (kulitnya) saja,
sedangkan hakekatnya tidak dikuasai,
Pengetahuan untuk memahami makna,
dan suri tauladan tidaklah mumpuni
Mereka lupa diri,
(tidak sadar) bersikap berlebihan di masjid besar,
Bila membaca khotbah,
berirama gaya dandanggula (menghanyutkan hati),
Suara merdu bergema gaya palaran (lantang mendayu-dayu).

Pupuh Sinom Pada 10
24. Lamun sira paksa nulad,
Tuladhaning Kangjeng Nabi,
O, ngger kadohan panjangkah,
Wateke ton betah kaki,
Rehne ta sira Jawi,
Sathithik bae wus cukup,
Aywa guru Aleman,
Nelad kas ngepleki pekih,
Lamun pangkuh pangangkah yekti karahmat.

Jika kamu memaksa meniru,
tingkah laku `Kanjeng Nabi,
Oh, nak terlalu naif,
Biasanya tak akan betah nak,
Karena kamu itu orang Jawa,
sedikit saja sudah cukup.
Janganlah sekedar mencari sanjungan,
Mencontoh-contoh mengikuti fiqih,
Bila mampu, memang ada harapan mendapat rahmat.

Pupuh Sinom Pada 11
25. Naging enak ngupa boga,
Reh ne ta tinitah langip,
Apata suweting Nata,
Tani tanapi agrami,
Mangkono mungguh mami,
Padune wong dahat cubluk,
Durung wruh cara arab,
Jawaku wae ton ngenting,
Parandene paripaksa mulang putra.

Tetapi seyogyanya mencari nafkah,
Karena diciptakan sebagai makhluk lemah,
Ataukah mau mengabdi kepada raja (pemerintah),
Bercocok tanam atau berdagang,
Begitulah menurut pemahamanku,
Sebagai orang yang sangat bodoh,
Belum paham cara Arab,
Tata cara Jawa saja tidak mengerti,
Namun memaksa diri mendidik anak.

Pupuh Sinom Pada 12
26. Saking duk maksih taruna,
Sadhela wus anglakoni,
Aberag marang agama,
Maguru anggering kaji,
Sawadine tyas mami,
Banget wedine ing mbesuk,
Pranatan ngakir jaman,
Tan tutug kaselak ngabdi,
Nora kober shalat gya tinimbalan.

Dikarenakan waktu masih muda,
keburu-buru menjalani,
Belajar pada agama,
Berguru menimba ilmu pada yang haji,
Maka yang terpendam dalam hatiku,
menjadi sangat takut akan hari kemudian,
Kondisi di akhir zaman,
Tidak tuntas keburu “mengabdi”
Tidak sempat sembahyang terlanjur dipanggil.

Pupuh Sinom Pada 13
27. Marang ingkang asung pangan,
Yen kesuwen den dukani,
Abubrah kawur tyas ingwang,
Lir kiyamat saben ari,
Bot Allah apa Gusti,
Tambuh tambuh solahingsun,
Lawas lawas nggraita,
Rehne ta suta priyayi,
Yen mamriha dadi kaum temah nistha.

Kepada yang memberi makan,
Jika kelamaan dimarahi,
Menjadi kacau balau perasaanku,
Seperti kiyamat saban hari,
Berat “Allah” atau “Gusti”,
Bimbanglah sikapku,
Lama-lama berpikir,
Karena anak turun priyayi,
Bila ingin jadi juru doa (kaum) dapatlah nista.

Pupuh Sinom Pada 14
28. Tuwin ketip suragama,
Pan ingsun nora winaris,
Angur baya ngantepana,
Pranatan wajibing urip,
Lampahan angluluri,
Aluraning pra luluhur,
Kuna kumunanira,
Kongsi tumekeng samangkin,
Kikisane ton lyan amung ngupa boga.

Begitu pula jika menjadi pengurus dan jurudakwah agama,
Karena aku bukanlah keturunannya,
Lebih baik memegang teguh
aturan dan kewajiban hidup,
Menjalankan pedoman hidup
warisan leluhur,
dari jaman dahulu,
Sampai kelak kemudian hari,
Ujungnya tidak lain hanyalah mencari nafkah.

Pupuh Sinom Pada 15
29. Bonggan kang ton merlok-na,
Mungguh ugering ngaurip,
Uripe lan tri prakara,
Wirya arta tri winasis,
Kalamun kongsi sepi,
Saka wilangan tetelu,
Telas tilasing janma,
Aji godhong jati aking,
Temah papa papariman ngulandara.

Salahnya sendiri yang tidak mengerti,
Paugeran orang hidup itu demikian seyogyanya,
Hidup dengan tiga hal (hal),
Kekuasaan, harta (kemakmuran), ketiga ilmu pengetahuan,
Bila tak satu pun dapat diraih,
Dari ketiga (hal) hal itu,
Habis lah harga diri manusia.
Lebih berharga daun jati kering,
Akhirnya mendapatlah derita jadi pengemis dan terlunta.

Pupuh Sinom Pada 16
30. Kang wus waspadha ing patrap,
Manganyut ayat winasis,
Wasana wosing jiwangga,
Melok tanpa aling-aling,
Kang ngalingi kalingling,
Wenganing rasa tumlawung,
Keksi saliring jaman,
Angelangut tanpa tepi,
Yeku ingaran tapa tapaking Hyang suksma.

Yang sudah paham tata caranya,
Menghayati ajaran utama,
Jika berhasil merasuk ke dalam jiwa,
Akan melihat tanpa penghalang,
Yang menghalangi tersingkir,
Terbukalah rasa sayup menggelayut,
Tampaklah seluruh jaman & cakrawala,
Kesunyian tiada bertepi,
Itulah yang disebut menapak jejak Hyang Sukma.

Pupuh Sinom Pada 17
31. Mangkono janma utama,
Tuman tumanem ing sepi,
Ing saben Rikala korban,
Masah amemasuh budi,
Laire anetepi,
Ing reh kasatriyanipun,
Susilo anor raga,
Wignya met tyasing sesami,
Yeku aran wong barek beragagama.

Demikianlah manusia utama,
Gemar terbenam dalam sepi (meredam nafsu),
Di saat-saat tertentu,
Mempertajam dan membersihkan budi,
Lahiriyahnya berarti,
Memenuhi tugas sebagai satria,
Berperilaku susila rendah hati,
Pandai menyejukkan hati pada sesama,
Itulah sebenarnya yang disebut menghayati agama.

Pupuh Sinom Pada 18
32. Ing jaman mengko pan ora,
Arahe para taruni,
Yen antuk tuduh kang nyata,
Nora pisan den lakoni,
Banjur njujurken kapti,
Kakekne arsa winuruk,
Ngandelken gurunira,
Panditane praja sidik,
Tur wus manggon pamucunge Mring makripat.

Di zaman sekarang tidak demikian,
Sikap anak muda
Bila mendapat petunjuk nyata,
tidak pernah dijalani,
Lalu hanya menuruti kehendaknya,
Kakeknya sendiripun akan diajari,
Dengan mengandalkan gurunya,
Yang dianggap pandita negara yang pandai,
Yang berada di puncak dan sudah menguasai makrifat.



Sekian mengenai artikel Bahasa Jawa mengenai Tembang Sinom, Pengertian, Unsur, Guru Gatra, Lagu Dan Contoh, src blogspot.com

Baca Juga Artikel Bahasa Jawa Lainnya:


Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code